Diplomasi Abu Bakar Ash-Shiddiq
Rd. Adityawarman
Abu
Bakar As-Shiddiq
Dia dilahirkan di Mekkah. Anak dari
Utsman bin Abu Quhafah dan Salamah,
Ummu Al-Khayr, nama aslinya adalah Abdul Ka'bah. Di usia yang sangat muda, yaitu
pada usia delapan belas tahun, dia telah melakukan perjalanan bisnis. Dia
mengadakan perjalanan ke Syria dan Yaman dengan rombongan yang lain dan
berhasil mengokohkan dirinya sebagai pelaku bisnis yang sangat terkenal dan
memiliki reputasi dalam bisnis pakaian. Tak lama setelah itu dirinya mencuat menjadi
seorang pelaku bisnis yang terkenal di kalangan Quraisy. Abu Bakar memilih bisnis
sebagai profesinya, namun dia juga memiliki nilai lebih karena dia berasal dari
keturunan Arab terpandang yang memiliki keahlian dalam bidang sajak dan sastra.
Dia adalah sosok yang memiliki cakrawala budaya tinggi, di saat bangsa Arab jarang
yang memilikinya.
Ummu Al-Khayr, nama aslinya adalah Abdul Ka'bah. Di usia yang sangat muda, yaitu
pada usia delapan belas tahun, dia telah melakukan perjalanan bisnis. Dia
mengadakan perjalanan ke Syria dan Yaman dengan rombongan yang lain dan
berhasil mengokohkan dirinya sebagai pelaku bisnis yang sangat terkenal dan
memiliki reputasi dalam bisnis pakaian. Tak lama setelah itu dirinya mencuat menjadi
seorang pelaku bisnis yang terkenal di kalangan Quraisy. Abu Bakar memilih bisnis
sebagai profesinya, namun dia juga memiliki nilai lebih karena dia berasal dari
keturunan Arab terpandang yang memiliki keahlian dalam bidang sajak dan sastra.
Dia adalah sosok yang memiliki cakrawala budaya tinggi, di saat bangsa Arab jarang
yang memilikinya.
Revolusi, Pemberontakan dan Pemurtadan
Era pemerintahan Abu Bakar pada
awalnya diwarnai oleh berbagai peristiwa yang merugikan Islam, seperti banyaknya
pemberontakan dan pemurtadan selepas wafatnya Rasulullah SAW. Hingga pada
akhirnya Abu Bakar demi membela Islam ia memulai langkah untuk memberantas
semua orang yang murtad dari Islam juga memerangi para pemberontak. Aksi
pertama yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah mengirim pasukan
sebanyak 3.000 orang di bawah pimpinan Usamah bin Zaid dalam sebuah ekspedisi
yang sebelumnya telah dipersiapkan Rasulullan namun sempat ditunda karena
Rasulullah saat itu sedang sakit. Abu Bakar bersikeras untuk mengirimkan pasukan itu
sesuai dengan keputusan yang diambil oleh Rasulullah, meskipun beberapa
sahabatnya menasehatinya agar tindakan itu tidak diambil karena waktunya demikian
kritis.
sebanyak 3.000 orang di bawah pimpinan Usamah bin Zaid dalam sebuah ekspedisi
yang sebelumnya telah dipersiapkan Rasulullan namun sempat ditunda karena
Rasulullah saat itu sedang sakit. Abu Bakar bersikeras untuk mengirimkan pasukan itu
sesuai dengan keputusan yang diambil oleh Rasulullah, meskipun beberapa
sahabatnya menasehatinya agar tindakan itu tidak diambil karena waktunya demikian
kritis.
Abu Bakar Sebagai Perunding
Abu Bakar mendapat tempat yang
demikian tinggi di mata umat tatkala
dengan segala kapasitas pribadinya, ia memecahkan konflik yang terjadi antara para
sahabat di Tsaqifah Bani Saidah, saat mereka berusaha untuk menentukan pilihan
pengganti Rasulullah. Abu Bakar berpendapat, bahwa orang yang paling berhak
untuk menggantikan Rasulullah adalah para sahabat yang sejak awal telah masuk
Islam. Peristiwa yang mengandung bahaya besar yang akan mencerai-beraikan umat
Islam itu telah mampu diantisipasi Abu Bakar, sehingga umat tidak menjadi hancur
berantakan. Kemudian dia juga telah mampu menanamkan kedamaian ketika
menolak untuk berkompromi dengan orang-orang yang tak mau membayar zakat
dan sengaja memberontak yang akhirnya mampu dia taklukkan.
dengan segala kapasitas pribadinya, ia memecahkan konflik yang terjadi antara para
sahabat di Tsaqifah Bani Saidah, saat mereka berusaha untuk menentukan pilihan
pengganti Rasulullah. Abu Bakar berpendapat, bahwa orang yang paling berhak
untuk menggantikan Rasulullah adalah para sahabat yang sejak awal telah masuk
Islam. Peristiwa yang mengandung bahaya besar yang akan mencerai-beraikan umat
Islam itu telah mampu diantisipasi Abu Bakar, sehingga umat tidak menjadi hancur
berantakan. Kemudian dia juga telah mampu menanamkan kedamaian ketika
menolak untuk berkompromi dengan orang-orang yang tak mau membayar zakat
dan sengaja memberontak yang akhirnya mampu dia taklukkan.
Abu Bakar melihat dengan jelas
prioritas apa yang harus dia lakukan dalam pemerintahannya. Dengan tangkas, dia
mengirim pasukan Usamah yang pernah ditetapkan Rasulullah sebelum meninggal,
walau banyak para koleganya menentang keputusan itu dengan alasan bahwa Madinah
akan menjadi kosong dan tanpa pertahanan. Dia menolak untuk memberikan konsesi
apa pun kepada mereka yang tidak mau membayar zakat. Dia
nyatakan bahwa zakat harus dibayar dengan penuh sesuai aturan yang Allah
tetapkan. Dia memerangi orang-orang yang mengaku sebagai nabi, meskipun mereka
memiliki pendukung yang banyak, dia tidak memberi kesempatan kepada mereka
untuk menyebarkan ajaran-ajaran sesatnya tersebut. Dia berusaha sekuat tenaga
untuk menghancurkan para pelaku subversi dan orang-orang yang ingin
mengembalikan manusia kepada nilai-nilai jahiliyah.
nyatakan bahwa zakat harus dibayar dengan penuh sesuai aturan yang Allah
tetapkan. Dia memerangi orang-orang yang mengaku sebagai nabi, meskipun mereka
memiliki pendukung yang banyak, dia tidak memberi kesempatan kepada mereka
untuk menyebarkan ajaran-ajaran sesatnya tersebut. Dia berusaha sekuat tenaga
untuk menghancurkan para pelaku subversi dan orang-orang yang ingin
mengembalikan manusia kepada nilai-nilai jahiliyah.
Kesepakatan Najran
Abu Bakar menegaskan kembali
konsesi yang diberikan Rasulullah kepada
orang-orang Kristen dari Najran. Tak satu gereja pun yang diratakan ke bumi, dan
tidak ada seorang pendeta pun yang diasingkan atau diusir, serta tak seorang pun
dari pemeluk Kristen di sana yang dipaksa untuk keluar dari agama mereka. Abu
Bakar menegaskan bahwa jiwa, kekayaan, tanah, agama dan tempat-tempat
peribadatan orang-orang non-muslim berada di bawah perlindungan penuh. Kaum
Nasrani dari Najran telah diberi kesempatan oleh Rasulullah untuk membayar jizyah
tahunannya dalam bentuk pakaian yang mereka bikin sendiri, jas ataupun perabot
rumah tangga atau pun kuda yang mereka miliki. Konsesi-konsesi seperti ini tetap
dipraktekkan, Abu Bakar menerapkan semua prinsip-prinsip perjanjian Najran ini
dalam semua kesepakatan yang dia lakukan bersama-sama orang-orang Kristen dan
orang-orang Yahudi.
orang-orang Kristen dari Najran. Tak satu gereja pun yang diratakan ke bumi, dan
tidak ada seorang pendeta pun yang diasingkan atau diusir, serta tak seorang pun
dari pemeluk Kristen di sana yang dipaksa untuk keluar dari agama mereka. Abu
Bakar menegaskan bahwa jiwa, kekayaan, tanah, agama dan tempat-tempat
peribadatan orang-orang non-muslim berada di bawah perlindungan penuh. Kaum
Nasrani dari Najran telah diberi kesempatan oleh Rasulullah untuk membayar jizyah
tahunannya dalam bentuk pakaian yang mereka bikin sendiri, jas ataupun perabot
rumah tangga atau pun kuda yang mereka miliki. Konsesi-konsesi seperti ini tetap
dipraktekkan, Abu Bakar menerapkan semua prinsip-prinsip perjanjian Najran ini
dalam semua kesepakatan yang dia lakukan bersama-sama orang-orang Kristen dan
orang-orang Yahudi.
Kesepakatan Hirah
Prinsip-prinsip yang ada dalam
Kesepakatan Najran terefleksikan dalam
Kesepakatan Hirah yang ditandatangani Khalid bin Walid dan Amir bin Abdul Masih. Khalid bin Walid saat itu adalah komandan pasukan yang sedang melakukan
penyerangan ke Persia, sedangkan Amar bin Abdul Masih adalah representatif dari
penduduk Hirah. Perdamaian ini bukan kesepakatan yang dipaksakan oleh pihak
pemenang, namun sebuah bentuk kesepakatan bilateral yang dinegosiasikan dan
disepakati oleh kedua belah pihak. Abu Bakar meratifikasi isi perjanjian tersebut dan
menyetujuinya, namun dia memerintahkan agar nilai-nilai yang diterapkan harus
diambil dari perjanjian yang ada di dalam kesepakatan tentang upeti.
Ini adalah kesepakatan pertama dalam sejarah Islam, yang salah satu
penandatangannya adalah orang asing yang berbeda keyakinan. Kesepakatan ini
ditandatangani pada tahun kedua pemerintahan Abu Bakar.
Kesepakatan Hirah yang ditandatangani Khalid bin Walid dan Amir bin Abdul Masih. Khalid bin Walid saat itu adalah komandan pasukan yang sedang melakukan
penyerangan ke Persia, sedangkan Amar bin Abdul Masih adalah representatif dari
penduduk Hirah. Perdamaian ini bukan kesepakatan yang dipaksakan oleh pihak
pemenang, namun sebuah bentuk kesepakatan bilateral yang dinegosiasikan dan
disepakati oleh kedua belah pihak. Abu Bakar meratifikasi isi perjanjian tersebut dan
menyetujuinya, namun dia memerintahkan agar nilai-nilai yang diterapkan harus
diambil dari perjanjian yang ada di dalam kesepakatan tentang upeti.
Ini adalah kesepakatan pertama dalam sejarah Islam, yang salah satu
penandatangannya adalah orang asing yang berbeda keyakinan. Kesepakatan ini
ditandatangani pada tahun kedua pemerintahan Abu Bakar.
Perdamaian Dengan Penduduk Basrah
Kesepakatan yang sama
ditandatangani oleh Khalid bin Walid dengan seorang
gubernur Basrah yang masih memeluk agama Kristen saat dia melakukan
penyerangan ke wilayah Romawi. Kesepakatan itu memberikan jaminan perlindungan
atas hidup dan kekayaan dan memberikan kemerdekaan untuk beribadah dan
berdagang. Mereka yang menginginkan untuk meninggalkan kota itu dibiarkan aman,
sedangkan gereja-gereja dan semua monumen-monumen dibiarkan dan mendapat
perlindungan.
gubernur Basrah yang masih memeluk agama Kristen saat dia melakukan
penyerangan ke wilayah Romawi. Kesepakatan itu memberikan jaminan perlindungan
atas hidup dan kekayaan dan memberikan kemerdekaan untuk beribadah dan
berdagang. Mereka yang menginginkan untuk meninggalkan kota itu dibiarkan aman,
sedangkan gereja-gereja dan semua monumen-monumen dibiarkan dan mendapat
perlindungan.
Prinsip-prinsip jizyah, yang
ditentukan pembayarannya sebanyak empat
dirham perkepala, pada perjanjian Hirah kembali dipraktekkan untuk mereka yang mendapat perlindungan dari kaum Muslimin. Sedangkan jika kaum Muslimin tidak
mampu memberikan perlindungan, maka uang tersebut dikembalikan kepada orangorang non-muslim. Kesepakatan ini dijalankan dengan sebaik-baiknya. Tatkala kaum
Muslimin tidak mampu memberikan perlindungan kepada penduduk sebuah kota di
Syiria, karena gagal memberikan perlindungan dari serangan orang-orang Romawi,
maka mereka mengembalikan lagi uang jizyah, mereka ditanggapi oleh para
penduduk dengan senang hati yang berkata dengan senang, "Semoga Allah
menjadikan kalian penguasa kami dan kalian menang menghadapi orang-orang
Romawi, sebab jika mereka yang berkuasa pasti mereka tidak akan mengembalikan
apa pun yang ada di tangan mereka, bahkan mereka akan mengambil semua apa
yang masih tersisa pada kami.
dirham perkepala, pada perjanjian Hirah kembali dipraktekkan untuk mereka yang mendapat perlindungan dari kaum Muslimin. Sedangkan jika kaum Muslimin tidak
mampu memberikan perlindungan, maka uang tersebut dikembalikan kepada orangorang non-muslim. Kesepakatan ini dijalankan dengan sebaik-baiknya. Tatkala kaum
Muslimin tidak mampu memberikan perlindungan kepada penduduk sebuah kota di
Syiria, karena gagal memberikan perlindungan dari serangan orang-orang Romawi,
maka mereka mengembalikan lagi uang jizyah, mereka ditanggapi oleh para
penduduk dengan senang hati yang berkata dengan senang, "Semoga Allah
menjadikan kalian penguasa kami dan kalian menang menghadapi orang-orang
Romawi, sebab jika mereka yang berkuasa pasti mereka tidak akan mengembalikan
apa pun yang ada di tangan mereka, bahkan mereka akan mengambil semua apa
yang masih tersisa pada kami.
Komentar
Posting Komentar