Pengaruh Reog Terhadap Masyarakat Ponorogo

PENGARUH REOG PADA MASYARAKAT PONOROGO
Abstrak
Indonesia adalah negara yang terdiri dari banyak pulau, di mana setiap pulau memiliki suku bangsa yang berbeda-beda. Hal ini membuat Indonesia memiliki kebudayaan yang beraneka ragam. Keanekaragaman budaya ini salah satunya yaitu keanekaragaman seni tradisi. Secara umum, seni tradisi yang dimiliki kelompok etnik di Nusantara tidak dapat lepas dari konteks ritualitas dan sakralitas salah satunya yaitu seni tradisi Reog Ponorogo. Modernisasi adalah sebuah mesin waktu yang mampu mengubah pola perilaku manusia bahkan mampu memberikan efek perubahan dalam budaya lokal yang ada. Tetapi kehadiran modernisasi tidak mampu mengubah konteks ritualitas dan sakralitas dalam seni tradisi Reog Ponorogo. Masyarakat masih melestarikan dan melaksanakan  ritual sakral di era modernisasi sekarang ini karena mereka memilikiperan dan juga pengaruh tertentu.
Cerita kesenian reog Ponorogo memiliki keterkaitan dengan:
1.                    Perjuangan Raden Katong sebagai penyebar Islam pertama kali, sehingga sampai sekarang Ponorogo dikenal dengan berbagai pondok pesantren baik tradisional maupun modern, terutama ponpes modern Gontor,
2.                    Berdirinya kota Ponorogo dimana Raden Katong sebagai adipati pertama, karena Raden Katong pendiri kota Ponorogo,
3.                    Upaya pelestarian dan pengembangan kesenian reog yang melegenda dan menjadi kebanggaan masyarakat Ponorogo, baik di daerahnya sendiri maupun orang-orang Ponorogo di perantauan.





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang terdiri dari banyak pulau, di mana setiap pulau memiliki suku bangsa yang berbeda-beda. Hal ini membuat Indonesia memiliki kebudayaan yang beraneka ragam. Keanekaragaman budaya ini salah satunya yaitu keanekaragaman seni tradisi.Secara umum, seni tradisi yang dimiliki kelompok etnik di Nusantara tidak dapat lepas dari konteks ritualitas dan sakralitas. Tradisi Indonesia yang sangat beranekaragam menjadi kebanggaan sekaligus tantangan untuk mempertahankan serta mewariskannya kepada generasi selanjutnya dengan cara tertulis maupun lisan. Adanya arus modernisasi dapat menimbulkan berbagai dampak perubahan pada tradisi yang ada di negara Indonesia termasuk seni tradisi Reog Ponorogo. Tetapi, tidak keseluruhan dalam seni ini mengalami perubahan, seni ini tetap mempertahankan unsur-unsur “keasliannya”. Kesenian Reog ditempatkan menjadi bagian tak terpisahkan dalam sistem religi masyarakat pendukungnya.
Ditinjau dari segi sejarah, kesenian Reog memeiliki kisah yang sangat menarik dan  memiliki arti tersendiri menurut masyarakat Ponorogo. Banyak juga dari masyarkat Ponorogo yang ikut melestarikan kesenian atau budaya yang sudah cukup lama ini. Dan sebagian masyarkat Ponorogo yang beranggapan bahwa budayaini harus dijaga kelestariannya. Kesenian ini pun sebagai hiburan masyarakat ponorogo yang dulunya adalah media dakwah disebarkan oleh adipati Batoro Katong. Yang semula ritual ini hanyalah seni belaka, Batoro Katong mengembangkannya sebagai media islamisasi di daerah Wengker atau yang sekarng kita kenal dengan Ponorogo. Reog telah menjadi bagian khusus dari masyarakat Ponorogo yang dengannya sebagai media dakwah, hiburan dan ritual tertentu bagi masyarakat Ponorogo.
B.    Perumusan Masalah
Maka dari latar belakang masalah di atas kami dapat merumuskan masalah yang berkaitan dengan judul penelitian kami “Pengaruh Reog Bagi Masyarakat Ponorogo” yaitu:
1.     Apa peranan Reog bagi masyarakat Ponorogo?
2.     Apa pengaruh Reog bagi masyarakat ponorogo?
C.    Tujuan Penelitian
1.     Untuk mencari tahu dengan lebih jelas tentang pengaruh Reog bagi masyarakat Ponorogo.
2.     Untuk mengingat kembali sejarah islamisasi yang terjadi di Ponorogo.
D.    Metode Penelitian.
Metode Penelitian Penelitian dengan judul “Pengaruh Reog Pada Masyarakat Ponorogo” yang dilakukan di sekitar Siman dan Nabar,Kabupaten Ponorogo. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif dan jenis penelitian studi kasus juga studi pustaka. Deskriptif kualitatif yaitu dimana peneliti menjabarkan mengenai apa yang diperoleh di lapangan dan menjabarkannya dalam sebuah tulisan yang berupa narasi. Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan diperoleh melalui pencatatan langsung dari hal yang dikemukakan informan yakni kata-kata dan tindakan,serta melihat fakta langsung yaag ada dilapangan dan dengan kutipan dari beberapa jurnal juga buku yang berkaitan dengan materi pembahasan. Informan yang dipilih dalam penelitian ini yaitu seorang seorang dosen Universitas Darussalam Gontor yaitu Ust. Hasibamrullah salah satu dosen pembimbing fakultas ushuluddin di UNIDA Gontor dan bapak Ahmad Habibullah selaku ketua Reog di daerah Ngabar. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam dan observasi. Wawancara mendalam dilakukan dengan narasumber atau informan. Observasi langsung digunakan untuk mengetahui keadaan dan proses yang ada di lapangan sebagai objek penelitian.







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Nilai-Nilai Reog.
Reog Ponorogo berbicara tentang nilai yang terbagi menjadi empat tingkatan, yaitu: pertama, nilai- nilai keruhanian meliputi: nilai dakwah, nilai kelestarian, nilai kepercayaan, dan nilai magis. Kedua, nilai-nilai spiritual meliputi: nilai budaya, nilai keindahan, nilai moral, nilai seni, nilai simbolik, dan nilai superioritas. Ketiga, nilai-nilai kehidupan meliputi: nilai kepahlawanan, nilai keadilan, dan nilai kesejahteraan. Keempat, nilai-nilai kesenangan meliputi: nilai hiburan, nilai kepuasan, nilai kompetitif, nilai material, dan nilai pertunjukan. Maka adapat disimpulkan bahwa nilai-nilai yang terungkap dalam kesenian reog adalah:
1.     Nilai-nilai Keruhanian,
Nilai-nilai Keruhanian meliputi: Nilai dakwah,nilai ini terungkap pada gamelan reog yang dipakai sebagai media dakwah saat Bathara Katong menyebarkan Islam ke masyarakat Ponorogo yang masih menganut Hindhu. Gamelan reog yang dahulu disebut gumbung dipakai kerajaan Wengker untuk mengiringi dalam latihan perang. Metode Bathara Katong ini seperti metode dakwah yang dipakai para walisongo dalam mengislamkan tanah Jawa dengan media wayang purwa. Saksono mengatakan bahwa terdapat faktor eksteren atau ‘awamilil kharijiyah yaitu dari karakter ajaran Islam yang disiarkan Bathara Katong. Banyak unsur Islam yang memiliki kesamaan dan kesesuaian dengan unsur-unsur Indonesia asli. Perayaan-perayaan hari besar Islam sekarang juga banyak menggunakan kesenian reog untuk membuat keramaian dan efektif mengumpulkan masyarakat.Nilai dakwah juga terlihat pada kalung merjan (tasbih) ditambahkan pada paruh burung merak yang melambangkan ajaran Islam.
Nilai kelestarian,nilai ini terungkap sejak upaya Bathara Katong menaklukkan Ki Ageng Kutu dengan pendekatan kultural.Upaya kelestarian itu hingga sekarang masih dilakukan Pemerintah Daerah Tingkat II Ponorogo sebagai upaya kesinambungan. Upaya tersebut antara lain: Mengadakan ritual budaya, seperti: ziarah ke makam Bathara Katong, Grebeg Suro, festival reog nasional, dan pentas bulan purnama. Kesenian reog Ponorogo dipatenkan: N0. 03195, tanggal 12 April 1995. (Achmadi, 2012)
Nilai kepercayaan, nilai kepercayaan merupakan anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yang dipercayai itu benar-benar atau nyata,  sebutan bagi sistem religi diIndonesia yang tidak termasuk salah satu dari kelima agama resmi.Kepercayaan atau religi menurut Endraswara bahwa religi memiliki dua artian. Pertama, religi adalah agama yang didasarkan wahyu, karena religi tidak dapat dijangkau oleh daya pikir apalagi dicari kebenarannya. Kedua, religi dalam artian luas yaitu meliputi variasi pemujaan, spiritual, dan sejumlah praktek hidup yang telah bercampur dengan budaya.
Nilai magis, istilah magis artinya, sesuatu cara tertentu yang diyakini dapat menimbulkan kekuatan gaib dan dapat menguasai alam sekitarnya termasuk alam pikiran dan tingkah laku manusia.Fauzannafi mengemukakan tentang praktek magis dalam kesenian reog bahwa hingga tahun 1990-an dalam pertunjukan kesenian reog masih dilakukan terutama dalam reog obyogan (reog pedesaan). Nilai ini terungkap pada pemberian unsur daya magis ke dalam kesenian reog khususnya barongan atau pembarong. Unsur magis ini dimaksudkan untuk penambahan daya kekuatan pembarong juga untuk memunculkan daya tarik (aura) bagi grup reog. (Achmadi, 2012)
2.     Nilai-nilai Spiritual.
 Nilai-nilai spiritual, meliputi: Nilai budaya, istilah budaya yang berasal dari kebudayaan meliputi sejumlah total dan organisasi dari warisan sosial yang diterima sebagai suatu yang bermakna yang dipengaruhi oleh watak dan sejarah hidup suatu bangsa.Nilai budaya adalah asumsi tentang keadaan yang diinginkan atau sebaliknya, anggapan tentang apa yang baik dan buruk, apa yang harus dilakukan dan dihindarkan. Nilai ini terungkap bahwa kesenian reog memuat nilai-nilai kejawaan yang adiluhung, sebagai tontonan dan tuntunan.Kesenian reog sebagai seni-budaya tradisional khas Ponorogo, sehingga kesenian reog menjadi representasi sekaligus sumber nilai bagi masyarakat Ponorogo.
Nilai keindahan, istilah ‘indah’ secara umum merupakan keadaan enak dipandang, cantik, bagus benar, elok.Keindahan berarti sifat-sifat yang indah, keelokan, kebaikan.Pengertian keindahan dianggap sebagai salah satu jenis nilai, yaitu nilai yang berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan yang disebut nilai estetis. Nilai keindahan ini terungkap pada:gerak tari (warok, jathil, pujangganong, dan barongan), tata busana (warna hitam, merah, kuning, dan putih), tata rias (utamanya tata rias penari jathil dan ganongan), aransemen gamelan reog (gendhing kebogiro, gendhing panaragan, gendhing sampak, gendhing patrajayan, gendhing objog).
Nilai moral, beberapa nilai moral yang terungkap, yaitu: jiwa kebersamaan, pengikat kerukunan dan dapat ngrukunake, mewujudkan kegotong-royongan, ajaran reog: ojo dumeh, ojo gumun, ojo pangling, menghindari mo-limo (minuman keras, main wanita, senang makan, main judi, dan mencuri).
Nilai seni, istilah seni merupakan proses menciptakan sesuatu yang indah, berguna atau mengherankan oleh budi dengan bantuan dari kemampuan raga manusia. Nilai seni ini terungkap bahwa kesenian reog sebagai hasil budaya masyarakat Ponorogo.Kesenian reog sebagai seni panggung atau pentas yang dikembangkan melalui festival tahunan dan arak-arakan.
Nilai simbolik, manusia dalam hidupnya selalu berkaitan dengan simbol- simbol yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.Nilai simbolik ini terungkap bahwa dalam kesenian reog melambangkan Klana Sewandana melamar Dewi Sanggalangit.Dhadhak merak melambangkan sindiran Ki Ageng Kutu terhadap Raja Brawijaya V.Tokoh warok melambangkan: bersemangat, keteladanan, pemberani, kokoh-kuat, berwibawa, siap berkorban, dan jiwa ksatria. Tokoh jathil melambangkan prajurit siap ke medan laga. Tokoh baronganmelambangkan Raja Singobarong dari kerajaan Lodaya.
Nilai superioritas, istilah superioritas berarti keunggulan, kelebihan atau daya linuwih. Tradisi kebudayaan mengungkapkan bahwa kekuatan daya linuwih biasanya berasal dari alam gaib, ilmu kanuragan, atau benda-benda tertentu yang dijadikan benda pusaka (keris, tombak, cincin atau akik, dan benda-benda mistis lainnya. Ilmu kanuragan atau daya linuwih ini datang dan perginya tidak dapat dikuasai sepenuhnya dengan akibat bahwa apabila diperlukan sering ilmu tersebut tidak berfungsi, karena tidak dapat diandalkan maka dalam dunia kebatinan ilmu kanuragan ini dianggap semacam permainan anak-anak. Nilai superioritas ini terungkap bahwa kesenian reog harus memiliki warok yang sakti, dan kepemilikan ilmu kanuragan pada warok (daya linuwih).Para pemain kesenian reog memiliki ilmu kanuragan atau daya linuwih bermanfaat memberikan pesona atau kekuatan tambahan agar reog dan para pemainnya mendapatkan kekuatan ekstra.
3.     Nilai-nilai Kehidupan.
Nilai-nilai kehidupan, meliputi: Nilai kepahlawanan,Istilah ‘pahlawan’ berarti orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran atau sesama.Nilai kepahlawanan ini terungkap bahwa kesenian reog memiliki tokoh pahlawan, seperti tokoh warok.Istilah warok oleh masyarakat Ponorogo diangap sebagai tokoh masyarakat yang memiliki beberapa kelebihan.Kelebihannya seperti memiliki banyak ilmu, memiliki kesaktian/ilmu kanuragan, rela berkorban, pengayom, bekerja tanpa pamrih, dan wara’.
 Nilai keadilan, istilah ‘adil’ berarti tidak berat sebelah atau tidak memihak.Untuk itu dibutuhkan pengembangan perbuatan luhur sebagai cerminan perilaku dan suasana kekeluargaan dan gotong royong, maka dibutuhkan keseimbangan hak dan kewajiban.Nilai keadlan ini terungkap dalam hakikat yang menjadi tujuan akhir kesenian reog.Kesenian reog (terutama warok-nya) mempunyai misi kehidupan.Istilah ‘adil’ artinya tidak memihak atau berat sebelah.Penerapan keadilan dalam bermasyarakat dan berbangsa adalah pemenuhan hak dan kewajiban.Pemenuhan hak dan kewajiban manusia menurut hakikat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu, sebagai makhluk sosial, dan sebagai makhluk Tuhan.Pemenuhan hak dan kewajiban tersebut yang akhirnya diharapkan memiliki keseimbangan dan keselarasan hidup baik secara lahiriah maupun batiniah. (Achmadi, 2012)
Nilai kesejahteraan, istilah ‘kesejahteraan’ berarti hal atau keadaan sejahtera, keamanan, keselamatan, ketenteraman, keselamatan hidup dan kemakmuran.Kesejahteraan sangat terkait dengan aspek ekonomi. Kesenian reog mulai tahun 1990-an telah berubah menjadi industri kesenian. Nilai kesejahteraan ini terungkap bahwa kesenian reog memuat aspek kesejahteraan dengan istilah: uang jamu, bon-bonan, dan tanggapan. Nilai kesejahteraan ini maknanya kehidupan yang tenteram, makmur, dan aman, tetapi nilai tersebut lebih dominan pada aspek ekonomi.Orientasi aspek ekonomi dalam kesenian reog dahulu dan sekarang berbeda.Sekarang, lebih mengarah pada nilai jual sehingga memunculkan industri kesenian, semuanya itu demi menambah kesejahteraan ‘konco reog’.
4.     Nilai-nilai Kesenangan.
Nilai-nilai kesenangan, meliputi: Nilai hiburan, istilah ‘hiburan’ berarti sesuatu perbuatan yang dapat menyenangkan hati sehingga melupakan kesedihan.Menghibur adalah membuat keadaan senang dan menyejukkan hati yang sedang gundah- gulana. Nilai hiburan ini terungkap bahwa kesenian reog memiliki daya tarik tersendiri dibanding dengan kesenian lain, seperti: sorak-sorai, keasyikan,kelucuan, mengagumkan, dan mendebarkan.
Nilai kepuasan, istilah ‘kepuasan’ berrati kondisi lega, gembira, kenyang, dst, karena telah memenuhi hasrat hatinya. Nilai ini terungkap pada para pemain setelah selesai pertunjukan terasa puas apa yang diperankan. Penonton juga merasakan puas manakala setelah menyaksikan atraksi pentas kesenian reog, penanggap (reog obyogan) juga merasakan puas dan senang setelah menanggap reog, karena dapat membuat senang orang banyak.
Nilai kompetitif, istilah ‘kompetitif’ berarti berhubungan dengan persaingan atau kompetisi.Nilai ini terungkap bahwa kesenian reog memuat kompetitif positif dan negatif.Kompetitif positif manakala kesenian reog (reog pentas) dapat dipertandingkan melalui festival tahunan tingkat nasional dan festival tahunan reog mini. Kompetitif negatif (kompetitif tidak sehat) manakala kesenian reog bersaing dengan menjatuhkan group lain.
Nilai material, istilah ‘material’ berarti benda, bahan, segala sesuatu yang tampak, sesuatu yang menjadi bahan.Aspek material kaitannya dengan kesenian reog adalah berhubungan dengan rasa senang.Kesenian reog merupakan sumber untuk mendapatkan kesenangan.Artinya, kesenian reog dapat dikatakan sebagai hal yang menyenangkan dan membuat rasa senang banyak orang.Nilai material ini terungkap bahwa apabila terdapat interaksi antara subjek dan objek.Kesenian reog dapat memunculkan kesenangan apabila dimainkan, sebaliknya apabila tidak dimainkan tidak memunculkan kesenangan. Beberapa pihak yang disenangkan kesenian reog adalah: penonton, pengrajin, pelatih atau pengajar, pejual souvenir, penjual makanan dan minuman. 
5.     Nilai Pertunjukan.
Nilai pertunjukan,istilah ‘pertunjukan’ berarti sesuatu yang dipertunjukkan atau tontonan.Kesenian reog memang sebuah kesenian yang dipertunjukkan yang manfaatnya untuk ditonton atau dinikmati para penggemar atau penikmat. Kesenian reog di dalamnya memuat idiom-idiom, seperti dalam reog obyogan idiom-idiomnya adalah gerak, cerita, tema, tata busana, iringan musik, dsb.Nilai pertunjukan ini terungkap bahwa kesenian reog memiliki dua jenis pertunjukan, yaitu pertunjukan di panggung (reog pentas) dan pertunjukan bukan di panggung (reog objogan).

B.    Kaitan Nilai-Nilai Reog Terhadap Pembangunan Karakter.
Istilah ‘karakter’ sebagai sistem daya juang meliputi daya dorong, daya gerak, dan daya hidup, dan berisi tata nilai kebajikan moral yang terpatri dalam diri manusia.Pendalamannya, bahwa nilai kebangsaan dan nilai patriotisme dalam kesenian reog dapat direfleksikan ke arah pembangunan karakter, dan upaya kultivasi seni-budaya dalam perspektif yang lebih luas.
Meningkatkan fungsi ekspresif dan fungsi instrumental terhadap nilai-nilai kesenian reog.Hal ini sejalan dengan keberadaan seni tradisional harus dilihat dari fungsi ekspresif dan instrumental.Fungsi ekspresif menunjukkan bahwa kesenian reog dengan peran utamanya terkait dengan kedudukan sosialnya. Fungsi instrumental menunjukkan bahwa kesenian reog dapat dijadikan media penyampaian pesan hal-hal yang terkait dengan pembangunan karakter.
Tokoh warok yang menjadi kebanggan masyarakat Ponorogo dalam kesenian reog berperan sebagai tokoh sentral. Tokoh warok dianggap sebagai manusia berkualitas menurut pemikiran masyarakat Ponorogo. Di setiap barisan kesenian reog apabila sedang berjalan, maka tokoh warok menempati posisi depan seperti komandan barisan perang dan terlihat menyeramkan. Sehingga, tokoh warok harus memiliki kesaktian, ketangguhan, dan berwibawa.Tokoh warok merupakan tokoh utama dan sentral dalam kesenian reog dan masyarakat Ponorogo. Kaitannya dengan nilai-nilai kesenian reog apabila direfleksikan sesuai sifat-sifat tokoh-tokoh reog (warok, klana, jathil, dan barongan) muncul lima kebajikan esensial yaitu: 
1.                   Refleksi nilai kepahlawanan upaya membangun karakter (sifat pengorbanan). Sifat yang utama bagi seorang pahlawan adalah bersedia mengorbankan baik jiwa dan raganya tanpa mengharap balas jasa. Seorang pahlawan lebih mendahulukan kewajiban dari pada menuntut apa yang menjadi haknya. 
2.                   Refleksi nilai kewiraan membangun karakter (sifat pemberani dan pantang menyerah). Sifat yang utama selain pengorbanan adalah pemberani dan pantang menyerah. Berani mengambil resiko apa yang dilakukan dan pantang menyerah dalam meraih cita-cita perjuangannya.
3.                   Refleksi nilai superioritas upaya membangun karakter (sifat daya linuwih). Sifat yang utama selain bersemangat, rela berkorban, pemberani, dan pantang menyerah adalah memiliki daya-linuwih.Daya-linuwih diartikan sebagai sifat yang dimiliki seorang yang mengungguli sifat-sifat manusia kebanyakan.
4.                   Refleksi nilai kepribadian upaya membangun karakter (sifat keperkasaan atau tangguh). Sifat yang utama selain berkorban, pemberani, pantang menyerah dan memiliki daya- linuwih adalah ketangguhan. Sifat tangguh memiliki pemahaman tangguh fisik dan non-fisik (tangguh mental).
5.                   Refleksi nilai moral upaya membangun karakter (sifat keteladanan atau perekat). Sifat yang utama selain pemberani, pantang menyerah, memiliki daya-linuwih, dan tangguh juga sebagai pahlawan juga dapat memberikan keteladanan terhadap masyarakat.
Upaya membangun karakter yang sedang melemah saat ini dapat dicari dalam nilai-nilai yang terungkap dalam kesenian reog. Nilai-nilai tersebut apabila ditranformasikan dalam diri masyarakat akan muncul spirit-spirit yang akan menetes kepada siapa saja yang memiliki kemampuan menangkap nilai-nilai kesenian reog. Spirit-spirit yang muncul pertama kali adalah kesadaran dan semangat hidup (elan vital) untuk berbuat sesuai karakter para pahlawan. Spirit-spirit tersebut akan merefleksi (meresap) dalam diri setiap orang sehingga mengakibatkan kesadaran dan semangat hidup tersebut menyala-nyala. Semangat yang menyala-nyala terungkap dalam ujud lahir maupun batin para pemainnya.
C.    Reog dan Islamisasi.
Pada 1481 M Raden Patah dinobatkan menjadi seorang Sultan di Demak, maka Adipati Terung mulai melakukan Islamisasi di kawasan Jawa bagian Timur, ketika Islamisasi di Ponorogo itulah Adipati yang masih beragama Hindu-Budha dibawa untuk menghadap Raden Patah ke Demak Bintoro dan diislamkan.  Ketika Itulah Batoro Katong mulai berganti agama dan memeluk Islam. Batoro Katong berganti agama menjadi Islam dapat dilihat ketika penundukan kadipaten Ponorogo bersamaan dengan diangkatnya Raden Patah menjadi SultanDemak. Dengan Islamnya Batoro Katong dan berpindahnya Kadipaten dibawah panji-panji kesultanan Demak, maka Batoro Katong mulai melakukan Islamisasi terhadap masyarakat Ponorogo.  Pada saat Islam masuk dan berkembang di Ponorogo, terjadilah akulturasi budaya asli dari masyarakat setempat dengan agama dan kepercayaan baru yaitu Islam.
Masa tersebut adalah masa peralihan, istilah tersebut adalah istilah dimana suatu periode transisi dari zaman Hindu-Budha ke zaman Islam secara resmi. Kebudayaan pada masa peralihan lahir dan berkembang sebagai hasil interaksi kultural antara Islam dengan kebudayaan Hindu-Budha. Pada saat kekuasaan Majapahit mulai menurun. Islam saat itu memainkan peran yang sangat aktif dalam proses islamisasi. Dengan menggunakan pendekatan yang lentur dengan budaya-budaya Hindu-Budha yang telah tertanam di dalam masyarakat.  Berkembangnya agama Islam di Ponorogo tidak bisa lepas dari pengaruh ekspansi kekuasaan Kesultanan Demak.
 Masuk dan berkembangnya Islam di Ponorogo menurut tradisi setempat, yaitu adalah larungan dan juga kesenian yang berkembang di Ponorogo yaitu REOG, dimana merupakan media yang digunakan untuk melakukan Islamisasi tidak lepas dari peran Batoro Katong, Islam mulai berkembang di Ponorogo ketika Batoro Katong dinobatkan menjadi Adipati di daerah Ponorogo, yang ketika itu nama sebelumnya adalah Wengker. Di dalam masyarakat Ponorogo berkembang agama Budha. Hal tersebut dapat dilihat pada peninggalan berupa patung Budha, dengan demikian berarti dapat disimpulkan bahwa masyarakat Ponorogo pada masa tersebut agama yang berkembang pada ketika itu adalah agama Hindu dan juga Budha. Selain itu dengan adanya patung-patung tersebut mengidentifikasikan bahwa benar adanya kerajaan Wengker lokasinya berada di Ponorogo yang tepatnya di Badegan Ponorogo. (Christantina, 2010)
Proses Islamisasi Oleh Batoro Katong di Ponorogo Sebenarnya yang mendasari mengapa agama Islam bisa masuk dengan mudah didaerah Ponorogo karena peran pemimpin atau raja sangatlah penting apabila dilihat sebelumnya bahwa pada masa itu pemimpin ataupun raja selalu diikuti oleh rakyatnya dan pemikiran raja adalah titisan dewa sehingga apapun yang dilakukan dan apapun yang diperbuat oleh pemimpinnya maka rakyat wajib mengikutinya. Agama Islam masuk di Ponorogo sebenarnya juga dilihat dari dua hal diantaranya adalah latar belakang dari Batoro Katong.
Kesenian Reog sangatlah mengakar di dalam masyarakat Ponorogo, oleh karena alasan tersebutlah mengapa Batoro Katong memilih kesenian Reog sebagai media dakwahnya dalam menyebarkan agama Islam. Musik gamelan yang awalnya digunakan oleh Ki Ageng Kutu untuk adu kekuatan dan adu kesaktian ini lah yang cenderung dimanfaatkan oleh Batoro Katong. Suara nyaring dari gamelan tersebut sangatlah keras, sehingga menarik masyarakat untuk datang ke arah sumber suara tersebut. Ketika masyarakat mulai berkumpul, Batoro Katong memulai untuk memasukkan unsur-unsur Islamtersebut dengan menunjukkan makna dari setiap alat gamelan yang digunakan sebagai pengiring kesenian Reog. Selain itu musik yang keras dari suara gamelan itu digunakan Batoro Katong untuk mengumpulkan msyarakat agar berkumpul dan setelah berkumpul barulah Batoro Katong menyebarkan agama Islam. (Christantina, 2010) 














BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan.
Pada dasarnya, Reog Ponorogo adalah kesenian yang memiliki nilai sejarah yang panjang dan melegenda, dan di balik suatu sejarah pasti ada pengaruh yang ditimbulkan oleh nilai itu sendiri. Reog Ponorogo merupakan suatu kesenian yang sudah tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Ponorogo itu sendiri, dan kesenian ini pula dijadikan sebagai cermin kepribadian para masyarakat. Dalam pembahasan tadi, maka jelas bagi kita bahwasanya kesenian Reog sangat berpengaruh dan berperan penting terhadap pembentukan karakter masyarakat Ponorogo. Yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
Peranan Reog terhadap masyarakat:
1.     Sebagai Budaya Asli Ponorogo, dengan ini, Reog mempunyai peran yang sangat besar bagi masyarakat Ponorogo. Yaitu sebagai iconyang sangat dibanggakan oleh masyarakat Ponorogo. Dan dengan kesenian Reog-lah nama Ponorogo terkenal secara nasional maupun internasional.
2.     Sebagai Ajang Silaturrahim, ketika pertunjukan sedang digelar, banyak dari masyarakat ponorogo yang hadir dari berbagai daerah dan kalangan. Momen ini dijadikan oleh masyarakat ponorogo sebagai ajang silaturahmi dan saling mengenal satu sama lain. Yang dengan adanya acara Reog dapat menghubungkan tali silaturahmi antar desa maupun antar individual
3.     Sebagai Ajang Sosialisasi Kebersamaan, para anggota pemain Reog satu sama lainnya adalah keluarga, maka ketika suatu daerah mengadakan Reog, tidak sedikit dari tim Reog dari desa lain ikut hadir dan menonton acaranya dengan seksama. Maka terjadilah ikatan antara pemain-pemain Reog dan saling melengkapi apabila ada kekurangan dari salah satu tim tersebut.


Pengaruh Reog terhadap masyarakat:
1.     Refleksi nilai kepahlawanan upaya membangun karakter (sifat pengorbanan). Sifat yang utama bagi seorang pahlawan adalah bersedia mengorbankan baik jiwa dan raganya tanpa mengharap balas jasa. Seorang pahlawan lebih mendahulukan kewajiban dari pada menuntut apa yang menjadi haknya. 
2.     Refleksi nilai kewiraan membangun karakter (sifat pemberani dan pantang menyerah). Sifat yang utama selain pengorbanan adalah pemberani dan pantang menyerah. Berani mengambil Resiko apa yang dilakukan dan pantang menyerah dalam meraih cita-cita perjuangannya.
3.     Refleksi nilai superioritas upaya membangun karakter (sifat daya linuwih). Sifat yang utama selain bersemangat, rela berkorban, pemberani, dan pantang menyerah adalah memiliki daya-linuwih.Daya-linuwih diartikan sebagai sifat yang dimiliki seorang yang mengungguli sifat-sifat manusia kebanyakan.
4.     Refleksi nilai kepribadian upaya membangun karakter (sifat keperkasaan atau tangguh). Sifat yang utama selain berkorban, pemberani, pantang menyerah dan memiliki daya- linuwih adalah ketangguhan. Sifat tangguh memiliki pemahaman tangguh fisik dan non-fisik (tangguh mental).
5.     Refleksi nilai moral upaya membangun karakter (sifat keteladanan atau perekat). Sifat yang utama selain pemberani, pantang menyerah, memiliki daya-linuwih, dan tangguh juga sebagai pahlawan juga dapat memberikan keteladanan terhadap masyarakat.
6.     Refleksi nilai Islamisasi upaya membangun karakter (sifat agamis) yang dengan nilai ini, masyarakat dapat menaruh nilai nilai Islam sebagai dasar pondasi dalam berhubungan antar sesama. Dan juga dapat terus menghapus nilai-nilai negatif yang terdapat dalam kesenian Reog itu sendiri.
Dan menurut peneliti bahwa kesenian reog sudah mendarah daging dengan masyarakat Ponorogo dan sangat sulit untuk memisahkan tradisi yang satu ini. Memang pada dasarnya sejarah reog sendiri masih menjadi tanda tanya bagi para warok, sebagian dari mereka berpendapat bahwa “Sejarah reog bermula dari kisah Klana Sewandana yang ingin melamar putri Kediri Dewi Sanggalangit, atau bentuk sindiran dari Ki Ageng Kutu terhadap raja Brawijaya V karena masih dipengaruhi oleh sang isteri dalam kepemimpinannya” tutur bapak Ahmad Habibullah dalam wawancara.
Serta ada juga sejarah islamisasi yang dilakukan oleh Batoro Katong di tanah Ponorogo, yang mana pada kala itu Ki Ageng Kutu berpaling dari kerajaan dan membangkang, maka diutuslah Batoro Katong untuk mengatasi permasalahan ini. “Dengan penelitian yang kalian lakukan ustadz harap kalian dapat menemukan sejarah islamisasi juga di Ponorogo, jadi tidak sekedar meneliti tentang Reog semata.” Tutur ustad Hasib Amrullah ketika diwawancarai. Yang pada intinya adalah bahwa Reog sangatlah berperan penting bagi masyarakat Ponorogo sebagai identitas mereka di mata nasional bahkan internasional dan juga sangat berpengaruh bagi para warok dan masyarakat Ponorogo sendiri dalam pembentukan karakter serta penerapan nilai-nilai yang baik dalam hidup bermasyarakat.

















Catatan akhir

Achmadi, A. (2012). Aksiologi reog Ponorogo Relevansinya Dengan Pembangunan Karakter Bangsa. 30.
Christantina, A. (2010). Peranan Bathoro atong Dalam Islamisasi Di Ponorogo. 13.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film Battle in Seattle

Keterampilan Berkomunikasi dan Bernegoisasi