ANALISIS KONSEP QOULAN LAYYINAN DAN IMPLEMENTASINYA TERHADAP KOMUNIKASI HAROLD LASSWELL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Komunikasi
merupakan aspek terpenting namun juga kompleks dalam kehidupan manusia. Manusia
sangat dipengaruhi oleh komunikasi yang dilakukannya dengan orang lain baik
yang sudah dikenal maupun tidak dikenal sama sekali. Komunikasi memiliki peran
yang sangat vital bagi manusia, oleh karenanya perhatian yang mendalam haruslah
menjadi dasar untuk hal ini khususnya tentang teori komunikasi.
Banyak
dari filosofis barat mengartikan apa itu komunikasi salah satunya adalah Harold
Lasswell. Ia menyatakan bahwa proses komunikasi dapat dijelaskan dengan sangat
baik oleh pernyataan yang sederhana yakni: “siapa mengatakan apa kepada
siapa di dalam saluran apa dan dengan dampak apa.”
Akan
tetapi hal ini masih sangat umum untuk dapat digunakan dan dicerna secara
seksama. Islam menyajikan cara yang berbeda dari pendapat Lasswell. Dari
rangkaian komunikasi yang ada di dalam Al-Qur’an, qoulan layyinan merupakan
salah satu dari beberapa konsep komunikasi Islam yang akan mengarahkan prinsip
Lasswell kepada prinsip yang islami dan dapat dipastikan kebenarannya.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
Dari
latar belakang masalah yang ada maka dapat dirumskan sebagai berikut:
1.
Konsep
apa yang Harold Laswell sajikan dalam konsep komunikasi?
2.
Apa
yang dimaksud dengan qoulan layyinan?
3.
Akan
seperti apakan jika kedua teori ini disatukan?
1.3 TUJUAN
PEMBAHASAN
Adapun
tujuan pembahasan ini ialah:
1.
Untuk
mengetahui lebih lanjut tentang teori Laswell dan qoulan layyinan.
2.
Merupakan
salah satu tugas dari mata kuliah pengantar ilmu komunikasi.
1.4 MANFAAT
PEMBAHASAN
Adapun
manfaat dari pembahasan ini ialah:
1.
Sebagai
ilmu pengetahuan baru bagi pembaca khususnya di bidang komuniskasi.
2.
Untuk
menambah wawasan penulis dan pembaca dalam komunikasi islam dengan pengkhususan
qoulan layyinan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 KONSEP
KOMUNIKASI MENURUT HAROLD LASSWELL
Model
komunikasi Lasswell berupa ungkapan verbal yakni: “siapa mengatakan apa
kepada siapa di dalam saluran apa dan dengan dampak apa.” Model ini
dikemukakan oleh Harold Lasswell pada tahun 1948 yang menggambarkan proses
komunikasi dan fungsi-fungsi yang diembannya dalam masyarakat. Lasswell
mengemukakan tiga fungsi komunikasi, yakni:
1.
Pengawasan
lingkungan, yang mengingatkan
anggota-anggota masyarakat akan bahaya dan peluang dalam masyarakat.
2.
Korelasi
berbagai bagian terpisah dalam masyarakat yang merespon lingkungan.
3.
Transmisi
warisan sosial dari suatu generasi ke generasi selanjutnya.
Lasswell
juga berpendapat ada tiga kelompok spesialis yang bertanggung jawab
melaksanakan fungsi-fungsi ini. Misalnya, pemimpin politik dan diplomat
termasuk ke dalam kelompok pengawas lingkungan. Pendidik, jurnalis dan
penceramah membantu mengkorelasikan atau mengumpuklan respons orang-orang
terhadap ingormasi baru. Anggota keluarga dan pendidik sekolah mengalihkan
warisan sosial. Prof. Deddy Mulyana (2013:147)
Lasswell
mengakui bahwa tidak semua komunikasi bersifat dua arah, dengan satu aliran
yang lancar dan umpan balik yang terjadi antara pengirim dan penerima. Dalam
masyarakat yang kompleks, banyak informasi yang disaring oleh pengendali pesan
atau editor, penyensor atau peropagandis, yang menyampaikan informsi ke pada
publik dengan beberapa perubahan bahkan penyimpangan.
Secara
implisit sebagian besar dari riset komunikasi massa mengakui model ini. Kerja
dari institusi dan proses-proses di dalamnya, pelaku komunikasi, audiens dan
bagaimana audiens dipengaruhi, jelas berasal dari sebuah model yang berdasar
dari proses linier yang jelas berhubungan
dengan studi mengenai akibat yang ditimbulkan pesan komunikasi massa
pada khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa. Fiske
2012:50)
Model
Lasswell dikritik karena model itu tampaknya mengisyaratkan kehadiran
komunikator dan pesan yang bertujuan. Model itu juga dianggap terlalu
menyederhanakan masalah. Tetappi, seperti setiap model yang baik, model
Lasswell memfokuskan perhatian pada aspek-aspek komunikasi. Lasswell menawarkan
definisi yang lebih luas mengenai saluran yang memasukkan media masa
bersama-sama pidato sebagai bagian dari proses komunikasi. Ruben & Strwart (2013:43)
Pendekatannya
juga menyediakan satu pandangan yang lebih umum mengenai tujuan atau dampak
komunikasi dibandingkan prespektif Aristotelian. Model Lasswell mengingatkan
bahwa mungkin terdapat berbagai hasil atau efek dari komunikasi, seperti
menginformasikan, menghibur, memperburuk, serta membujuk.
2.2 KONSEP
KOMUNIKASI ISLAM DALAM PRESPEKTIF QOULAN LAYYINAN
Untuk
berbicara dengan orang lain, Islam pun menggariskan beberapa peraturan pokok
dan etika yang harus dijaga oleh umat Islam dan dipraktekkan. Setiap muslim
selalu berada dalam jalur dan garis-garis yang ditetapkan oleh Allah swt. Dekat
dengan keridhaannya dan jauh dari kemurkannya. Banyak sekali kekeliruan dan
kesalahan lidah ketika berbicara dengan orang lain dan tidak sedikit manusia
yang tergelincir lidahnya sehingga mengakibatkan bahaya yang besar dan fatal,
baik membahayakan yang berbicara maupun bagi masyarakat sekitarnya. Ayyub (1994:594).
Rasulullah
bersabda akan hal ini yang artinya, “Siapa yang menjamin karena taat padaku
apa yang ada diantara kumis dan janggutnya (lidah) dan menjaga apa yang ada di
antara kedua pahanya (kemaluannya), maka aku akan menjamin bahwa dia akan masuk
surga.” (H.R. Imam Bukhari dan Imam Tirmidzi.)
Agama Islam sangatlah memperhatikan umatnya
hingga dari segi komunikasipun Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai yang
baik dalam konsep ini. Banyak yang terkandung dalam Al-Qur’an tentang
hukum-hukum kegiatan manusia sehari-hari dan komunikasipun termasuk dalam
pembahasan kali ini. Berikut penjabaran salah satu tentang komunikasi dalam
prespektif Islam:
Di dalam al-Qur'an hanya
ditemukan sekali saja, Q.s. Thaha/ 20: 44 yaitu berbicara dengan lemah lembut.
فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ
يَخْشَى (44)
“Pergilah kamu bedua kepada
Fir'aun, sesungguhnya dia benar-benar telah melampaui batas; maka berbicaralah
kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut,
mudah-mudahan dia sadar atau takut." (Q.s. Thaha/20: 44)
Ayat ini memaparkan kisah nabi
Musa dan Harun ketika diperintahkan untuk menghadapi Fir'aun, yaitu agar
keduanya berkata kepada Fir'aun dengan perkataan yang layyin. Asal makna
layyina adalah lembut atau gemulai, yang pada mulanya digunakan untuk menunjuk
gerakan tubuh. Kemudian kata ini dipinjam (isti'arah) untuk menunjukkan
perkataan yang lembut. Sementara yang dimaksud dengan qaul layyina adalah
perkataan yang mengandung anjuran, ajakan, pemberian contoh, di mana si
pembicara berusaha meyakinkan pihak lain bahwa apa yang disampaikan adalah
benar dan rasional, dengan tidak bermaksud merendahkan pendapat atau pandangan
orang yang diajak bicara tersebut. Dengan demikian, qaul layyina adalah salah
satu metode dakwah, karena tujuan utama dakwah adalah mengajak orang lain
kepada kebenaran, bukan untuk memaksa dan unjuk kekuatan. Baqi (2012:404)
Ada hal yang menarik untuk
dikritisi, misalnya, kenapa Musa harus berkata lembut padahal Fir'aun adalah
tokoh yang sangat jahat. Menurut al-Razi, ada dua alasan: pertama, sebab Musa
pernah dididik dan ditanggung kehidupannya semasa bayi sampai dewasa. Hal ini,
merupakan pendidikan bagi setiap orang, yakni bagaimana seharusnya bersikap
kepada orang yang telah berjasa besar dalam hidupnya; kedua, biasanya seorang
penguasa yang zalim itu cenderung bersikap lebih kasar dan kejam jika
diperlakukan secara kasar dan dirasa tidak menghormatinya.
Dalam firmannya فَقُولَا
لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا yang artinya, “Maka
berbicaralah kalian berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut.” Menjadi
dasar perlunya sikap bijaksana dalam berdakwah yang antara lain ditandai dengan
ucapan-ucapan sopan yang tidak menyakiti hati sasaran dakwah. Karena Fir’aun
saja yang demikian durhaka, masih juga dihadapi dengan lemah lembut. Dakwah
adalah upaya menyampaikan hidayah. Kata hidayah bermakna menyampaikan dengan
lemah lembut. Shihab (2002:594)
Memang dakwah pada dasarnya
adalah ajakan lemah lembut, dari sisnilah lahir kata hidayah yang merupakan
penyampaian sesuatu dengan lemah lembut guna menunjukan simpati. Ini tentu saja
bukan berarti bahwa juru dakwah tidak melakukan kritik, hanya saja itu pun
harus disampaikan dengan tepat bukan saja pada kandungannya tetapi juga waktu
dan tempatnya serta susunan kata-katanya, yakni tidak dengan memaki dan
memojokkan. Shihab (2002:595).
2.3 METODE
LASSWELL DALAM PRESPEKTIF QOULAN LAYYINAN
Dari
pembahasan di atas, maka dapat dipahami bahwa model yang Lasswell sajikan untuk
komunikasi masih sangatlah umum. Hal ini dapat dipahami dari konsep yang ia
punya, siapa mengatakan apa kepada siapa di dalam saluran apa dan dengan
dampak apa. Dari konsep ini sudah dapat disimpulkan sifat umum dari
komunikasi.
Sedangkan
teori ini masih dapat diselewengkan ke arah yang jauh dari kebaikan bahkan
ranah pendidikan sekalipun. Karena sifatnya yang umum menjadikan model
komunikasi ini diperdebatkan. Meskipun demikian, model komunikasi yang
dikemukakan oleh Lasswell masih memiliki nilai-nilai positif yang dapat
diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat.
Berbeda
dengan qoulan layyinan yang bersumber dari Al-Qur’an dan sudah
dipastikan kebenarannya. Metode komunikasi yang menggunakan qoulan layyinan sudah
dapat dipastikan akan menuju kebaikan. Dari pembahasan yang dikemukakan oleh
Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya yang berjudul Tafsir Al-Misbah pada jilid
ke tujuh halaman 594 menyatakan bahwa kata hidayah berasal dari kata layyinan.
Dakwah adalah upaya menyampaikan
hidayah. Kata hidayah bermakna menyampaikan dengan lemah lembut. Secara tidak
langsung, seorang yang berdakwah pastinya terdapat komunikasi diantara pedakwah
dan orang yang mendengarkan dakwahnya. Dalam hal ini terdapat dua kemungkinan
dari proses dakwah tersebut. Pertama adalah keberhasilan dari dakwah itu
sendiri dan yang kedua adalah kegagalan dakwahnya.
Dakwah itu dinyakatakan gagal
bilamana ia menggunakan teori Lasswell dalam dakwahnya, akan tetapi dengan cara
yang salah. Pedakwah (siapa) berdakwah mengajak orang untuk membela
agama (mengatakan apa) kepada masyarakat luas (kepada siapa) dalam
acara “Temu Umat Untuk Bela Agama” di Jakarta (dengan saluran apa) akan
tetapi pedakwah ini menyampaikan dakwahnya dengan tidak memakai etika. Ia
berdakwah dengan menghina pemerintah, dan juga mengancam keselamatan bagi umat
selain agama Islam. Maka para pendengar pun kurang setuju dan berpaling untuk
ikut serta dalam hal itu (efek).
Akan tetapi sebaliknya, jika kita
memasukkan prinsip qoulan layyinan dalam metode Lasswell, maka dapat
dipastikan apa yang ia sampaikan dapat tersampai dengan baik. Contohnya,
pedakwah (siapa) berdakwah mengajak orang untuk membela agama (mengatakan
apa) kepada masyarakat luas (kepada siapa) dalam acara “Temu Umat
Untuk Bela Agama” di Jakarta (dengan saluran apa), dia menyampaikan
dakwahnya dengan perkataan yang tidak menghina pemerintah akan tetapi
menggunakan kata-kata yang lemah dan lembut dengan tujuan untuk membela agama
bukan membuat perseteruan antara pemerintah dengan umat muslim Indonesia. Maka
atas nama agama umat muslim menerima ajakan tersebut dengan baik (efek).
Jadi prinsip qoulan layyinan
akan sangat bermanfaat dalam komunikasi apabila dipadukan dengan model
komunikasi yang Lasswell punya. Dan dapat disimpulkan pula bahwa model
komunikasi Lasswell masih bersifat umum dan belum ada spesifikasi yang
menunjukkan bahwa model itu sudah pasti baik. Berbeda dengan qoulan layyinan
yang sudah dapat dipastikan kebenarannya dan kebaikannya bagi komunikasi
karena telah tertera di dalam Al-Qur’an surat Thaha ayat 44. Sedang teori
Lasswell adalah teori buatan manusia yang masih mungkin berbuat kesalahan,
sedang pasti kebenarannya. Maka dapat disimpulkan bahwa teori Lasswell akan
lebih sempurna jika dipadukan dengan konsep qoulan layyinan.
2.4 CONTOH PERPADUAN QOULAN
LAYYINAN DAN MODEL LASSWELL
Jika
kita melirik pada aksi bela Islam ke 3 yang dilaksanakan pada tanggal 2
Desember memiliki perbedaan yang signifikan dari aksi yang dilaksanakan pada
tanggal 4 November lalu. Jika diperhatikan lagi, pada aksi 4 November lalu
masih ada ketidak puasan masyarakat atas perlakuan pemerintah. Sehingga timbul
perseteruan antara peserta demo dengan petugas keaman. Ini dikarenakan
kurangnya komunikasi presiden dengan masyarakat.
Berbeda
dengan aksi pada tanggal 2 Desember yang belum lama ini terjadi. Pada
kesempatan kali ini presiden beserta wakilnya hadir dalam kerumunan orang
banyak di Monas. Presidenpun ikut serta dalam solat jum’at berjamaah dan
menyampaikan pidatonya selepas solat jum’at.
Secara
tidak sadar, presiden menggunakan model yang Laswell kemukakan dengan paduan qoulan
layyinan. Presiden mengatakan terimakasihnya atas antusias masyarakat
terhadap agama, serta sangat terlihat perbedaan tanggapan masyarakat yang puas
akan adanya tanggapan dari presiden.
Jika
ditilik dari prinsip Lasswell, presiden (siapa) menyampaikan pidatonya (menyampaikan
apa) pada peserta demo (kepada siapa) yang bertajukkan aksi bela
Islam 3 (dengan saluran apa) dan peserta aksi pun dapat menerima
pidatonya dan dapat kembali ke rumah masing-masing dengan damai (efek). Jika
presiden saat itu menggunakan model komunikasi Lasswell tanpa dipadukan dengan qoulan
layyinan,terdapat kemungkinan masyarakat akan marah dan kecewa kepada
presiden karena presiden tidak menanggapai aksi tersebut denga perkataan
yang lemah dan lembut, akan tetapi menanggapinya dengan perkataan yang
menyindir dan sedikit kasar. Maka tidak dapat dipungkiri lagi akan terjadi
perseteruan antara peserta aksi dengan pemerintah yang memungkinkan akan
timbulnya revolusi.
Maka
presiden telah mengambil keputusan yang tepat untuk menemui masyarakat dan menyampaikan
pidatonya denga secara lemah dan lembut kepada masyarakat luas. Dengan
perpaduan antara teori Lasswell dan prinsip qoulan layyinan maka hasil
komunikasi yang dihasilkan dari perpaduan tersebut adalah hasil yang baik.
Prinsip qoulan layyinan mengarahkan teori komunikasi Lasswell ke arah
yang yang lebih baik dan terlandaskan Al-Qur’an.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari
hasil pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa teori yang dikemukakan
Harold Lasswell masih terlalu umum dan tidak berlandaskan Al-Qur’an. Sehingga
masih dapat disalah gunakan dalam konsep komunkasi itu sendiri. Di sinilah
peran qoulan layyinan sebagai filter dari teori Lasswell yang umum.
Qoulan
layyinan sangat berpengaruh dalam pengarahan teori Lasswell kepada hal yang
baik dan lebih bermanfaat. Adapun beberapa keunggulan perpaduan antara teori
Lasswell dan qoulan layyinan:
1.
Qoulan layyinan menjadi
pengarah dari konsep Harold Lasswell yang bersifat umum menuju komunikasi yang
baik dan dengan lemah lembut.
2.
Dengan paduan qoulan layyinan teori
Lasswell menjadi sebuah konsep komunikasi yang lebih baik juga sangat mudah dan
praktis dalam komunikasi.
3.
Teori Lasswell setelah dipadukan
dengan qoulan layyinan akan menghasilkan suatu efek yang baik. Karena
dilakukan dengan lemah dan lembut, dan juga qoulan layyinan bersumber
dari Al-Qur’an.
3.2 PESAN
Pada dasarnya Agama Islam adalah agama yang sangat memperhatikan
umatnya dari berbagai aspek bahkan dari aspek komunikasi. Islam mengajarkan
bagaimana cara berkomunikasi dengan sangat baik dan benar sehingga kita dapat
memahami maksud dari sang komunikator. Dengan perhatian Agama Islam di bidang
komunikasi tak lain semata-mata agar umat nya tidak saling cekcok dan
bertengkar yang disebabkan dari lepasnya komuniksasi dari salah satu pihak.
Sebagaimana Rasulullah mampu berkomunikasi dengan baik yang
dengan kemampuan tersebut beliau gunakan untuk menyebarkan agama yang mulia
ini. Kita dapat mengambil pelajaran yang nyata dari Rasulullah di bidang
komunikasi dengan tersebar luasnya Islam di penjuru dunia. Tanpa adanya peranan
kominikasi yang baik mustahil agama Islam dapat berkembang dan menyebar seperti
yang sekarang kita rasakan.
Alangkah baiknya kita juga dapat menerapkan prinsip-prinsip
komuniksasi islam dalam kehidupan sehari-hari kita. Salah satunya dengan
prinsip Qoulan Layinan yakni bertutur kata dengan lemah lembut dan tepat
dengan tujuan. Yang tak lain adalah perkataan yang mengandung
anjuran, ajakan, pemberian contoh, di mana si pembicara berusaha meyakinkan
pihak lain bahwa apa yang disampaikan adalah benar dan rasional, dengan tidak
bermaksud merendahkan pendapat atau pandangan orang yang diajak bicara
tersebut.
Dengan perkataan yang lemah
lembut kita dapat menjalin komunikasi dengan baik ke berbagai pihak meski
berbeda akidah sekalipun. Prinsip komunikasi ini adalah salah satu dari sekian
banyak prinsip komunikasi islam yang diajarkan Al-Qur’an kepada umat islam.
Dengan kata lain kita sebagai umatnya harus dapat memahaminya juga
menerapkannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Dengan tujuan agar kita dapat
berkomunikasi dengan baik di berbagai kalangan, tempat dan waktu.
DAFTATAR PUSTAKA
Ayyub, H. (1994). ETIKA ISLAM
MENUJU KEHIDUPAN YANG HAKIKI. Bandung: Trigenda Karya.
Baqi, M. F. (2012). TAFSIR TEMATIS AYAT-AYAT ALQUR'AN ALHAKIM.
Surabaya: Halim Jaya.
Fiske, J. (2012). PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Prof. Deddy Mulyana, M. P. (2013). ILMU KOMUNIKASI Suatu Pengantar.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ruben, B. D., & Strwart, L. P. (2013). Komunikasi dan Perilaku
Manusia. Jakarta: Rajawali Press.
Shihab, M. Q. (2002). TAFSIR AL-MISBAH, Pesan Kesan dan Keserasian
Al-Qur'an. Jakarta: Lentera hati.
Komentar
Posting Komentar